Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindunagn Saksi dan Korban
Menimbang
- bahwa salah satu alat bukti yang sah dalam proses peradilan pidana adalah keterangan Saksi dan/atau Korban yang mendengar, melihat, atau mengalami sendiri terjadinya suatu tindak pidana dalam upaya mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana;
- bahwa penegak hukum dalam mencari dan menemukan kejelasan tentang tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena tidak dapat menghadirkan Saksi
dan/atau Korban disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu; - bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan perlindungan bagi Saksi dan/atau Korban
yang sangat penting keberadaannya dalam proses peradilan pidana; - bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Mengingat
- Pasal 1 ayat (3), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28G, Pasal 28I, dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
Kunjungi http://catatanhukum.id untuk dapat melihat beragam peraturan lainnya.